Social Icons

Facebook  Twitter  Google+ 

Selasa, 11 Desember 2012

Rumah Kompos, Strategi Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingkungan


        Masalah sampah diperkotaan memang merupakan problema yang sulit, apalagi di kota-kota besar salah satunya Surabaya. Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Setiap harinya Surabaya menghasilkan sampah-sampah dalam jumlah yang besar pula. Karena itulah pada tahun 1996, UDPK (Usaha Daur Ulang dan Produksi) Kompos Bratang dibangun. Dikenal dengan Rumah Kompos (Composting House), pengolahan kompos ini tepatnya berada di belakang Kebun Bibit Bratang Surabaya. Pengawasan dan pengelolaan Rumah Kompos Bratang ini berada dibawah Sarana dan Prasarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya.
            Rumah Kompos Bratang ini dapat menampung sebanyak 20 meter kubik sampah per hari. Sampah-sampah yang masuk dan diolah di Rumah Kompos hanya sampah organik. Sampah-sampah ini berasal dari perantingan pohon-pohon yang rindang, penyapuan jalan, perusahaan yang menghasilkan sampah organik, sampah pasar, sampah dapur, dan sampah rumah tangga.

            Proses pembuatan kompos secara umum berlangsung selama 20 hari. Semua proses produksi kompos di Rumah Kompos ini dilakukan secara alami. Tahap awal pembuatan kompos adalah pemilahan sampah untuk memastikan bahwa sampah yang hendak diolah tidak mengandung bahan plastik, kayu dan bahan-bahan lain yang sulit dihaluskan. Kemudian tahap selanjutnya adalah pencacahan yang berfungsi untuk menghaluskan sampah agar lebih mudah diolah. Setelah dihaluskan, sampah-sampah tersebut kemudian ditumpuk. Selama proses penumpukan, dilakukan pembalikan dan penyiraman dengan air agar proses pembusukan oleh bakteri berhasil. Setelah 20 hari kompos kemudian diayak untuk mendapatkan kompos halus.
            Pupuk kompos yang dihasilkan oleh Rumah Kompos Bratang ini per harinya mencapai enam meter kubik. Kompos-kompos yang dihasilkan Rumah Kompos Bratang ini tidak dijual melainkan disalurkan ke taman-taman kota yang membutuhkan. Rumah Kompos juga melayani permintaan warga yang membutuhkan kompos tanpa dipungut biaya. “Karena memang Rumah Kompos ini tidak profit oriented, sebisa mungkin kami penuhi permintaan siapa saja yang membutuhkan, kan demi pelestarian lingkungan juga,” ungkap Eko Yulianto, pengawas Rumah Kompos Bratang. Surabaya sendiri sudah memiliki 17 Rumah Kompos yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya, antara lain Wonorejo, Putat Jaya, dan Kewijenan.
            Ide dasar pembangunan Rumah Kompos ini adalah pemanfaatan sampah organik agar tidak terbuang sia-sia misalnya sampah daun. Kompos-kompos yang dihasilkan juga digunakan untuk kegiatan penghijauan dan perawatan pohon-pohon. Tujuan pembangunan Rumah Kompos ini antara lain untuk mengurangi volume sampah kota, dan mengurangi biaya angkutan sampah menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Benowo yang jaraknya 20 kilometer. Selain itu pembangunan Rumah Kompos ini juga bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan. “Paling tidak kita bisa memperpanjang usia TPA, dengan begini kan TPA tidak mudah penuh karena sampah-sampah organik bisa dikomposkan, tidak langsung dibuang ke TPA,” terang Muhamad Toha, Pendiri sekaligus Pengarah dan Pembina Rumah Kompos Surabaya.
            Rumah Kompos Bratang juga sangat terbuka dengan pelatihan dan penyuluhan kegiatan berwawasan lingkungan terutama yang berhubungan dengan pengomposan. Rumah Kompos Bratang sering dijadikan tempat penelitian oleh mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi yang tertarik dengan masalah sampah dan lingkungan. Rumah Kompos Bratang juga beberapa kali mendapatkan kunjungan studi banding dari negara-negara lain seperti Jepang dan Korea. “Masalah lingkungan memang harus diatasi bersama-sama, karena itu kita sangat terbuka untuk melakukan pelatihan dan penyuluhan, apalagi mau datang dan belajar,” tutup Muhamad Toha. (Why News FIKOM/Yustiana Candrawati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar