Masalah sampah diperkotaan memang
merupakan problema yang sulit, apalagi di kota-kota besar salah satunya
Surabaya. Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Setiap harinya Surabaya
menghasilkan sampah-sampah dalam jumlah yang besar pula. Karena itulah pada
tahun 1996, UDPK (Usaha Daur Ulang dan Produksi) Kompos Bratang dibangun.
Dikenal dengan Rumah Kompos (Composting
House), pengolahan kompos ini tepatnya berada di belakang Kebun Bibit Bratang
Surabaya. Pengawasan dan pengelolaan Rumah Kompos Bratang ini berada dibawah
Sarana dan Prasarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya.
Rumah
Kompos Bratang ini dapat menampung sebanyak 20 meter kubik sampah per hari.
Sampah-sampah yang masuk dan diolah di Rumah Kompos hanya sampah organik.
Sampah-sampah ini berasal dari perantingan pohon-pohon yang rindang, penyapuan
jalan, perusahaan yang menghasilkan sampah organik, sampah pasar, sampah dapur,
dan sampah rumah tangga.
Proses
pembuatan kompos secara umum berlangsung selama 20 hari. Semua proses produksi
kompos di Rumah Kompos ini dilakukan secara alami. Tahap awal pembuatan kompos
adalah pemilahan sampah untuk memastikan bahwa sampah yang hendak diolah tidak
mengandung bahan plastik, kayu dan bahan-bahan lain yang sulit dihaluskan.
Kemudian tahap selanjutnya adalah pencacahan yang berfungsi untuk menghaluskan
sampah agar lebih mudah diolah. Setelah dihaluskan, sampah-sampah tersebut
kemudian ditumpuk. Selama proses penumpukan, dilakukan pembalikan dan
penyiraman dengan air agar proses pembusukan oleh bakteri berhasil. Setelah 20
hari kompos kemudian diayak untuk mendapatkan kompos halus.
Pupuk
kompos yang dihasilkan oleh Rumah Kompos Bratang ini per harinya mencapai enam
meter kubik. Kompos-kompos yang dihasilkan Rumah Kompos Bratang ini tidak
dijual melainkan disalurkan ke taman-taman kota yang membutuhkan. Rumah Kompos
juga melayani permintaan warga yang membutuhkan kompos tanpa dipungut biaya.
“Karena memang Rumah Kompos ini tidak profit oriented, sebisa mungkin kami
penuhi permintaan siapa saja yang membutuhkan, kan demi pelestarian lingkungan
juga,” ungkap Eko Yulianto, pengawas Rumah Kompos Bratang. Surabaya sendiri
sudah memiliki 17 Rumah Kompos yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya,
antara lain Wonorejo, Putat Jaya, dan Kewijenan.
Ide
dasar pembangunan Rumah Kompos ini adalah pemanfaatan sampah organik agar tidak
terbuang sia-sia misalnya sampah daun. Kompos-kompos yang dihasilkan juga
digunakan untuk kegiatan penghijauan dan perawatan pohon-pohon. Tujuan
pembangunan Rumah Kompos ini antara lain untuk mengurangi volume sampah kota,
dan mengurangi biaya angkutan sampah menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
Benowo yang jaraknya 20 kilometer. Selain itu pembangunan Rumah Kompos ini juga
bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan. “Paling tidak kita bisa
memperpanjang usia TPA, dengan begini kan
TPA tidak mudah penuh karena sampah-sampah organik bisa dikomposkan, tidak
langsung dibuang ke TPA,” terang Muhamad Toha, Pendiri sekaligus Pengarah dan
Pembina Rumah Kompos Surabaya.
Rumah Kompos Bratang juga sangat
terbuka dengan pelatihan dan penyuluhan kegiatan berwawasan lingkungan terutama
yang berhubungan dengan pengomposan. Rumah Kompos Bratang sering dijadikan
tempat penelitian oleh mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi yang tertarik
dengan masalah sampah dan lingkungan. Rumah Kompos Bratang juga beberapa kali
mendapatkan kunjungan studi banding dari negara-negara lain seperti Jepang dan
Korea. “Masalah lingkungan memang harus diatasi bersama-sama, karena itu kita
sangat terbuka untuk melakukan pelatihan dan penyuluhan, apalagi mau datang dan
belajar,” tutup Muhamad Toha. (Why News FIKOM/Yustiana
Candrawati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar