Social Icons

Facebook  Twitter  Google+ 

Jumat, 14 Desember 2012

Kesenian Ludruk di Jawa Timur Kian Tergusur Zaman


Masing-masing daerah memiliki kesenian dengan ciri khasnya sendiri. Di Jawa Tengah terkenal dengan kesenian tembang jawa atau sinden, Jawa Barat dikenal dengan kesenian tari Jaipong, dan Jawa Timur memiliki budaya kesenian salah satunya adalah ludruk yang mulai ditinggalkan. Kesenian ludruk merupakan kesenian yang paling akrab dengan masyarakat dan banyak digemari para orang tua. Berbeda dengan kesenian yang lain di Jawa Timur, Ludruk lebih menceritakan tentang kehidupan sehari-hari rakyat jelata. Di setiap penampilannya ludruk seringkali diwarnai dengan humor, cerita perjuangan dan kritik tentang keadaan sosial yang sedang terjadi di masyarakat pada saat itu. Di dalam ceritanya selalu terdapat pesan moral yang ingin disampaikan oleh para seniman pada masyarakat melalui jalan ceritanya. Beberapa judul cerita yang biasa dimainkan pada pagelaran ludruk diantaranya “Cincin Berdarah” , ” Maut di Ujung Keris” dan puluhan judul lainnya.

Pada awal mulanya Ludruk sendiri berarti badutan atau pelawak. Dimana ludruk ini telah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur sejak tahun 760 masehi. Dimana pada saat itu dimasa kerajaan Kanyuruhan Malan yang dipimpin oleh raja Gjayana. Lalu seiring dengan perkembangan waktu, ludruk akhirnya mengalami metamorfosa. Pada tahun 1907, dahulunya ludruk yang berawal dari pementasan kampung ke kampung, hingga kini ludruk menjadi sebuah pementasan teater.
Dalam era kemerdekaaan Ludruk juga memiliki peranan penting. Ludruk dapat difungsikan sebagai penyampai pesan persiapan kemerdekaan pada era kemerdekaan. Namun setelah merdekapun, ludruk masih tetap digunakan sebagai penyampai pesan untuk pembangunan Indonesia.
Pada awal mula kemunculannya Ludruk Irama Budaya ini diberi nama Ludruk Waria Jaya. Di namakan Ludruk Waria Jaya karena semua pemain yang memainkan ludruk adalah seorang lelaki  yang dapat berperan menjadi wanita sesuai dengan peran yang di dapat dalam cerita. Bahasa yang dipakai di dalam pementasan Ludruk menggunakan bahasa khas Surabaya, Meskipun terkadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madiun dan Madura yang memiliki logat bahasa yang berbeda. Bahasa lugas dan berbicara apa adanya membuat Ludruk mudah diserap oleh kalangan menengah ke bawah yang memiliki pendidikan yang rendah sekalipun seperti tukang becak, Pengemis, anak jalanan, dan Orang Tua yang sudah lanjut usia.   Biasanya dalam penampilannya Ludruk selalu di buka dengan tarian – tarian tradisional seperti Tari Remo, parikan dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh yang memerankan Pak Sakera, seorang jagoan dari Madura serta diiringi musik gamelan yang dilantunkan.
Pada perkembangan zaman, banyak muncul acara-acara serupa yang tidak kalah menarik baik di Jawa Timur maupun diberbagai belahan dunia lainnya yang mengakibatkan ludruk secara perlahan mulai tergeser keberadaanya, terutama dengan budaya barat yang mulai mendominasi di masyarakat. Hal ini menjadikan ludruk semakin tertinggal, padahal dulunya ludruk berkembang sampai kebeberapa daerah di luar Jawa Timur seperti di Sumatera Utara.Tetapi sekarang sudah berubah, bahkan di daerah asalnya saja di Jawa Timur, jarang dijumpai kesenian ludruk. Di tempat asalnya ludruk hampir menjadi kenangan, hanya ada satu – satunya  grup ludruk yang masih bertahan di Surabaya sampai saat ini. Grup Ludruk ini diberi nama Ludruk Irama Budaya, yang lebih tepatnya bertempat di Belakang Taman Hiburan Remaja Surabaya. Ludruk Irama Budaya ini merupakan satu – satunya Ludruk yang dimiliki oleh Surabaya. Gedung yang dipakai untuk tempat pertunjukkan Ludruk Irama Budaya ini  disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya secara cuma-cuma. Gedung yang dipakai tidak terlalu besar untuk sebuah pertunjukan semeriah Ludruk. Tetapi, setidaknya tempat ini jauh lebih baik dari tempat sebelumnya yang di Pulo Wonokromo, dimana mereka harus membayar biaya sewa untuk tempat pertunjukkan Ludruk.
Ludruk diperankan oleh sekelompok seniman yang menggelar pertunjukkan di atas panggung, dimana semua pemainnya adalah para lelaki. Pemain ludruk tidak diperankan oleh wanita oleh karena itu peran perempuan juga diperankan oleh laki - laki.  Kostum dan make up yang digunakan oleh pemeran ludruk selalu berbeda menyesuaikan dengan tema cerita. Ludruk Irama Budaya ini sudah berdiri sejak 25 tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tanggal 10 November 1987. Didirikannya Grup Ludruk bertepatan dengan Hari Pahlawan.  Ludruk ini didirikan oleh seorang seniman waria Surabaya yang bernama Sunaryo Sakiyah yang beberapa bulan yang lalu berpulang ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa yang lebih tepatnya pada bulan Juli yang lalu. Sehingga sekarang Ludruk Irama Budaya diurus oleh Deden, anak Sakiyah yang sudah lama merantau dari Bogor. Deden semenjak kecil sudah dikenalkan dengan dunia Ludruk, hal itulah yang membuat Deden menjadi jatuh cinta dengan dunia Ludruk sampai sekarang.
Grup Ludruk ini berusaha melestarikan kesenian tradisional asli  khas Jawa Timur agar tidak “punah” di kalangan masyarakat. Menurut mereka masyarakat di zaman sekarang sudah melupakan hiburan  kesenian Tradisional terutama Ludruk, masyarakat cenderung mencari hiburan dengan hal- hal yang berbau kebarat baratan seperti menonton Televisi, Bioskop dan Jalan - jalan . Meskipun sudah  mengetahui keadaan masyarakat sekarang yang kurang berminat pada kesenian tradisional Ludruk,  Grup ini masih rutin melakukan pementasan dua kali setiap minggunya. Meskipun Grup ini mengetahui keadaan masyarakat jaman sekarang sudah melupakan Ludruk, tetapi merek berusaha membuat Ludruk agar tetap eksis di kalangan masyarakat. Grup Ludruk ini tidak akan membiarkan kesenian Tradisional Ludruk tertelan dengan perkembangan jaman yang semakin maju ini.
Tidak terlalu banyak pemain – pemain yang dimiliki oleh Grup Ludruk Irama Budaya ini. Jumlahnya kira – kira sekitar 40 sampai 50 orang yang berada di dalam Grup Ludruk ini yang terdiri dari pemain gamelan, pemain belajaran, dan seniman – seniman senior. Banyak sekali kendala-kendala yang dihadapi seniman – seniman dalam bermain Ludruk. Salah satu masalah terbesarnya adalah kurangnya peminat untuk menonton pertunjukan kesenian Tradisional Ludruk ini.  Padahal Tiket yang dijual untuk menonton pertunjukkan Ludruk ini bisa dibilang cukup terjangkau hanya berkisar sekitar Lima Ribu Rupiah saja. Tetapi itu masih tidak cukup untuk menarik perhatian masyarakat khususnya di Surabaya untuk menonton Kesenian Ludruk.
Penghasilan yang di dapat dari penjualan tiket di setiap pertunjukkan akan dibagikan pada seluruh pemain – pemain. Kalau di lihat lagi antara pembagian pendapatan setiap kali pertunjukkan Ludruk dengan para pemain – pemain pertunjukkan Ludruk menjadi tidak seimbang. Sehingga setiap orang akan mendapatkan pendapatan yang tidak terlalu banyak.   Meskipun menghasilkan uang yang tidak terlalu banyak, tetapi mereka tetap setia mengadakan pertunjukkan Ludruk dengan rutin. Hal ini dilakukan dengan sepenuh hati oleh para seniman – seniman dan para pemain – pemain, semua ini  dilakukan karena cintanya dengan dunia kesenian Tradisional Ludruk yang mereka warisi membuat mereka masih bertahan sampai sekarang ini menjalankan Grup Ludruk Irama Budaya.
Penghasilan yang di dapat dari hasil penjualan tiket dari bermain Ludruk ini tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari –hari mereka. Berharap berjubelnya penonton  seni Ludruk untuk membeli tiket masuk, sekarang ini hanyalah mimpi yang tidak mungkin terwujud. Itu sepertinya tidak mungkin terjadi pada jaman sekarang ini. Meskipun begitu mereka sebagai seorang seniman harus bekerja secara professional dalam menjalani perannya di atas panggung. Pemain Ludruk tidak perlu sibuk sendiri memakai kostum, Make Up , dan menyetrika pakaian yang akan di pakai di atas panggung. Para pemain – pemain Ludruk dalam persiapannya sudah ada yang membantu mengurusi.
Grup Ludruk Irama Budaya ini memiliki keistimewaan yaitu semua Seniman seniman yang ada di Grup Ludruk Irama Budaya ini merupakan pewaris dari kejayaan Ludruk Marhaen di tahun 60-an yang pernah membuat film tentang profail Ludruk Marhaen di zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang memang sangat memanfaatkan seni teater selama di pembuangan sebagai sarana pendidikan kala itu, Ludruk Irama Budaya pimpinan Sakiyah bekerja secara prfesional. Dedikasi anggota yang memang benar-benar setia, kecintaan mereka pada seni Ludruk itulah yang membuat mereka masih bertahan sampai sekarang. Berita tentang penayangan Kesenian Ludruk  dipajang di poster, salah satunya adalah “ Joko Tarub dan Selendang Merah” dan Ande – “Ande Lumut Mencari Cinta”.
Kehidupan Rata-rata yang dijalani oleh seorang pemain - pemain Ludruk jauh dari kehidupan gemerlapan bintang yang sering muncul di televisi dan selalu disorot infotainment.  Tetapi ada salah satu pemain Ludruk yang dikenal masyarakat luas yaitu Kartolo. Kartolo merupakan seorang pelawak legendaris asal Surabaya, Jawa Timur. Ia sudah lebih dari 40 tahun hidup dalam dunia seni Ludruk. Ludruk sudah menjadi darah daging yang melekat di hati Kartolo. Nama Kartolo dan suara khasnya dengan humor yang disampaikan secara lugu dan cerdas itu membuatnya hingga hampir dikenal si seluruh Jawa Timur bahkan hingga sampai Jawa Tengah.
Kemudian selain Kartolo ada juga Ani seorang waria yang mengaku senang bergabung di Kesenian Ludruk Irama Budaya, Keinginan Ani mengikuti Grup Ludruk ini bukan karena ingin tenar dan mendapatkan rezeki berlimpah, tapi karena dia sudah terlanjur jatuh cinta kepada seni Ludruk. Begitu juga dengan Supri teman senasib dan sepenangunggan Ani yang juga seorang waria. Supri tidak hanya menggantungkan hidupnya dari bermain Ludruk tetapi dia juga membuka salon kecantikan. Dia hidup dari rejeki lain. Begitu juga dengan yang lainnya. Ada yang pedagang kaki lima, supir angkot dan ada juga yang pegawai honor di salah satu instansi pemerintahan.

Banyak sekali latar belakang pekerjaan yang terdapat dalam para pemain Kesenian Ludruk,  Kesenian Tradisional Ludruk sendiri dijadikan pekerjaan sampingan atau bahkan dijadikan sebagai ajang penyaluran hobi dan rasa cinta pada  Kesenian  Ludruk. Meskipun begitu tetapi mereka tetap dapat bermain dengan bagus di atas panggung.
Hal ini lah yang membuat para pemain dan seniman – seniman Ludruk menjadi prihatin dengan keadaan seperti ini. Mereka hanya bisa berharap Masyarakat bisa memiliki rasa memiliki dan peduli akan kesenian tradisional Ludruk.  Sekarang ini kesenian Ludruk kini makin terpuruk. Ludruk masih populer di kalangan orang tua, namun tidak di kalangan anak muda dan remaja. Pengemasan ludruk yang kurang menarik perhatian dan cenderung monoton menurunkan tingkat apresiasi penggemarnya.  Mungkin banyak anak muda yang menyangka Pertunjukkan Kesenian Ludruk itu merupakan hiburan kelas menengah ke bawah. Padahal Kesenian Tradisional Ludruk sudah menjadi ikon penting di dalam kelompok masyarakat Jawa Timur sendiri.
Ada sebagian masyarakat yang merasa iba melihat fenomena yang terjadi di masyarakat seperti itu. Kemudian munculah komunitas – komunitas yang peduli akan kesenian Tradisional Ludruk yang salah satunya adalah Komunitas Ludruk Remaja Surabaya. Komunitas Ludruk Remaja Surabaya digunakan  sebagai wahana dan tempat regenerasi seniman ludruk sekaligus memberi kesempatan pada kalangan remaja dan para pelajar untuk bergabung. Regenerasi seniman ludruk menjadi bagian penting dalam pengembangan maupun pelestarian kesenian ludruk yang menjadi aset kebudayaan Jawa Timur di masa mendatang. keberadaannya untuk menampung dan mewadahi anak-anak muda yang gemar ludruk, khususnya di Surabaya," kata Anggota Komunitas Ludruk Remaja Surabaya Agung Juni Sasmito, di Surabaya.   
            Dalam melestarikan budaya kesenian Ludruk yang terpenting adalah diperlukan upaya pemerintah untuk ikut peduli dan mendukung Komunitas Ludruk Remaja ini yang salah satu tujuannya untuk mengembangkan dan melestarikan kesenian ludruk. "Kepedulian dan bantuan pemerintah untuk bersama-sama mengembangkan dan melestarikan ludruk juga kami harapkan. Dengan demikian, Komunitas Ludruk Remaja bisa terus berkembang di tengah – tengah masyarakat kota Surabaya.

            Di setiap hari Sabtu dan Minggu anggota komunitas Ludruk Remaja berlatih bersama, selama proses latihan bersama berlangsung, fasilitas yang digunakan seperti khususnya pemanfaatan gamelan banyak dibantu oleh Grup Ludruk Irama Budaya Surabaya. Mereka berharap agar pemerintah lebih peduli dan perhatian terhadap komunitas ini terutama dalam memfasilitasi komunitas ini dalam berlatih. Bisa dibilang kehidupan kesenian tradisional Ludruk di Surabaya ini yang sampai sekarang bertahan hidup di Kampung Seni Taman Hiburan Remaja ini, bisa dijadikan potret dari wajah Surabaya yang memelas. Maksudnya adalh Kesenian Tradisional ini bisa hidup atau berjalan dengan bantuan Pemkot dengan pemberian subsidi dan pemberian gedung latihan. Kesenian Ludruk mulai memudar di kalangan masyarakat maupun pemerintahan daerah, hal ini terlihat dengan tidak ditampilkannya kesenian Ludruk di Ulang Tahun Surabaya pada tahun 2012 ini. “Sangat ironis sekali melihat kesenian tradisional Ludruk tidak di tampilkan di perayaan besar seperti hari jadi Kota Surabaya ini, padahal  kesenian tradisional Ludruk merupakan kesenian yang lahir di Surabaya. Seharusnya pemerintah Surabaya harus lebih peka , peduli dan prihatin dengan kondisi masyarakat yang mulai melupakan kesenian budaya tradisional. Pemerintah jangan hanya mementingkan uang dan jabatan saja tetapi rasa tanggung jawab mereka sebagai institusi pemerintahan harusnya mulai mengambil langkah melestarikan kesenian budaya tradisional di tengah – tengah masyarakat.
            Dengan keberadaan Komunitas Ludruk Remaja, diharapkan dapat menaruh harapan besar apresiasi masyarakat tentang kesenian ludruk kembali tumbuh dan regenerasi seniman ludruk bisa terus berjalan. Sehingga masyarakat menjadi lebih mengenal budaya tradisionalnya dan jadi ikut bertanggung jawab atas pelestarian budaya kesenian Tradisional Ludruk agar tidak cepat hilang ditelan perkembangan jaman ini. Dibutuhkan rasa kepedulian dari masing – masing individu untuk melestarikan Kesenian tradisional ini. Banyak upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan kesenian budaya tradisional yang sudah mulai memudar di hati masyarakat. Bisa dilakukan melalui dunia pendidikan seperti adanya ekstrakulikuler yang mempelajari kesenian Tradisional ini.  
            Jika tidak dilestarikan dan dibudayakan di tengah masyarakat, maka jangan heran lama kelamaan budaya ini akan di ambil oleh negara tetangga. Seperti pada kasus kesenian Reog Ponorogo yang diambil dan diakui menjadi kesenian budaya mereka. Jangan sampai ketika sudah di ambil dan dirampas baru kita mulai bertindak. Nasi sudah menjadi bubur.  

3 komentar:

  1. Baru tau ternyata udah habis ya :| habis cwok semua sih. Cewek ga boleh ikutan main a?

    BalasHapus
  2. mau tanya ....
    kalau mau lihat ludruk dimana ya? dan jam berapa ?

    BalasHapus
  3. Informasi yang sangat bagus dan menarik. Ulasannya jelas dan detail. Terima kasih banyak atas paper yang bermanfaat ini

    BalasHapus