Social Icons

Facebook  Twitter  Google+ 

Senin, 22 Juli 2013

Lontong Kupang, Jajanan Khas Surabaya


MENGGODA: Sajian lontong kupang disalah satu warung sekitar Kenpark
       Pagi itu meja dan kursi disalah satu sudut warung makan sekitar wisata Kenpark sudah terjejer rapi dengan beberapa menu makanan yang sudah siap disajikan. Warung itu tak lain adalah milik ibu Murtiningsih (43) -sapaanya-Ningsis yang sudah lama membuka usahanya sejak tahun 1993. Biasanya warung milik Ningsih itu buka 24 jam. “Iya saya sering buka 24 jam disini”, tuturnya.
       Didalam warung itu ia tinggal bersama keluarganya sehingga ia jarang untuk pulang kerumah walaupun jarak rumahnya dekat dengan daerah wisata.Tidak jauh beda dengan warung lain, Ningsih juga menyajikan menu andalannya yaitu Lontong Kupang. Ia mengatakan bahwa kuliner yang menjadi andalannya tetap digemari oleh banyak masyarakat. “Biasanya yang banyak itu dari kalangan orang cina”, imbuhnya.
       Tidak sedikit pelanggan dari kalangan cina itu mampir untuk menyantap hidangan spesial yang dibuat olehnya. Ia menceritakan banyak orang cina yang datang setelah mereka selesai melaksanakan ibadat di klenteng yang ada di dekat warung miliknya. “Apalagi kalau hari minggu, pasti lebih banyak yang kesini”, aku ibu dua anak tersebut.
       Pada hari besar atau hari liburan, memang semua warung yang menyajikan menu lontong kupang dipadati pengunjung. Ningsih sendiri merasa bersyukur ketika ada hari besar seperti Imlek karena banyak  yang melakukan ibadat di klenteng Kenpark. Keadaan  itu membuat pendapatan para pemilik warung meningkat.  Hal itu juga yang tidak ditampik oleh Ningsih.”Memang kalau pas hari Imlek, pendapatan kami meningkat”, katanya dengan pelan.
          Selain hari besar Imlek tersebut, ia juga merasakan meningkatnya pendapatan ketika hari besar lainya juga seperti hari raya idulfitri, tahun baru, dan juga hari minggu.Ditanya mengenai minat masyarakat terhadap kuliner lontong kupang, ia mengatakan bahwa peminat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.”Ya mungkin dulu orang belum semua mengenal kuliner ini, tapi sekarang ya lumayan banyak. Sehingga itu akan menguntungkan kami sebagai pembuat hidangan lontong kupang”, cetusnya dengan semangat.
         Tidak hanya pencinta kuliner dari dalam negeri, ternyata warung milik Ningsih juga pernah didatangi bule yang mampir untuk membeli makanan dan minuman di warungnya. “Kalau gak salah empat tahun yang lalu ada bule dari Pakistan dan Amerika juga mampir ke warung saya”, ungkap ibu kelahiran Surabaya itu.
     Kemahiranya dalam menghidangkan menu khas Surabaya ini memang sudah turun temurun. Ia menceritakan kalau semua keluarganya bisa membuat menu makanan yang digemari masyarakat itu. “Dulu nenek saya sudah jualan kuliner ini sejak tahun 1973, tapi belum punya warung, masih dibawa diatas kepala”, akunya.
        Biasanya dalam sehari Ningsih bisa menghabiskan lima mangkok takaran kerang untuk dijual ke pembeli. Ia merasakan kalau hari puasa seperti ini, jualanya agak menurun karena sedikit pengunjung yang datang ke tempat wisata tersebut. Setiap satu takaran mangkok ia membeli ke nelayan dengan harga Rp 5000. “Sebelum naiknya BBM, satu mangkok dipatok Rp 4000 sekarang naik seribu”, imbuhnya dengan nada lirih.
       Banyak pedagang warung seperti Ningsih yang juga merasakan kenaikan ini akibat barang-barang panganan yang juga naik. Mengenai perbedaan hidangan lontong kupang dengan sajian kuliner lainnya, Ningsih menjelaskan bahwa menu makanan tersebut harus disajikan dengan rasa manis sehingga hal itu akan mengurangi rasa dasar dari bahan olahanya yang cenderung keasinan.”Kalau lontong kupang sendiri harus manis, karena bahannya kan dari laut otomatis kan asin, makanya kita buat manis”, jelasnya.
          Ia juga pernah dimarahi pelanggannya karena hidangannya tidak sesuai dengan keinginan pembeli.”Hal itu sudah biasa kok, kadang-kadang ada yang protes keasinan, kekecutan”, katanya. Bicara masalah omsetnya, Ningsih sendiri mengatakan tidak tentu untuk kesehariannya. Ia mendapatkan omset yang lumayan tinggi ketika hari Imlek dan tahun baru. Sehingga ketika mengetahui pengunjung menurun, ia segera mengurangi pembelian stok kerang dari pelayan juga.
        “Untuk tempat menurut saya sudah bagus dari pada dulu. Mungkin itu juga yang akan mempengaruhi minat pengunjung ke tempat wisata ini jadi kami juga diuntungkan”, sahutnya. Untuk masalah pajak retribusi, setiap stand dikenakan uang sebesar Rp 250.000 per bulan. Hal itu belum termasuk kebutuhan ait dan listrik yang setiap hari digunakan pedangang warung seperti Ningsih.
          Banyaknya warung yang berdiri dikawasan wisata Kenpark, ternyata muncul perkumpulan atau sering dinamakan paguyuban wirausaha. Didalam paguyuban itu, para pedangan dibimbing dan membuat program arisan dan makan-makan, hal itu ditujukan untuk menciptakan hubungan antara pedagang dengan pihak pengelola wisata.
         Lontong kupang memang salah satu ikon kuliner di Jawa Timur khususnya Surabaya. Ningsih berharap agar kuliner ini tetap dijaga dan dilestarikan.”Makanya resep turun-temurun itu penting bagi kita”, pesannya serambi mengambil kerang.(Wahyu/ Why News Fikom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar