“Tidak ada hal yang betul-betul salah. Bahkan jam rusak pun benar dua
kali dalam sehari,” – Paulo Coelho #Brida.
Kutipan diatas menurut saya sangat menarik, khususnya
bagi para muda jaman sekarang. Bisa jadi kutipan ini sangat tepat, atau bahkan tidak
tepat sama sekali bagi para muda dalam menjalani hidup di era modern seperti saat
ini.
Bagi Coelho dalam kisahnya tentang Brida, si gadis pandai
nan cantik jelita, berani mengambil keputusan akan sebuah pilihan hidup dengan
segala resikonya adalah tepat, bahwa pada akhirnya ada kekecewaan dan
kegagalan, itu pun tak mengapa, karena tidak ada yang salah di dunia ini;
karena hikmah kebijaksanaan datang dari berbagai bentuk perwujudannya, dengan
caranya sendiri.
“Dalam menjalani hidup, manusia itu punya kehendak
bebas,” begitu kurang lebih kalimat seorang romo kepada saya, suatu ketika di
masa kuliah saya dulu. Sudah pasti bahwa Tuhan tidak pernah menggariskan
seseorang untuk menjadi jahat. Baik dan jahat itu memiliki wajah yang sama,
semua tergantung kapan mereka melintasi kehidupan seorang manusia. Tinggal
bagaimana menggunakan kehendak bebas tersebut dalam menentukan jalan yang
dipilihnya. Karena hidup penuh dengan pilihan.
Menjadi seorang muda tentu dihadapkan pada banyak sekali
pilihan dalam hidup, yang bisa jadi merupakan kesempatan emas atau bahkan
jurang kehancuran. Memilih, tentu saja bukan hal yang mudah. Namun, sadar atau
tidak, seringkali ada ‘suara-suara’ dalam diri kita yang turut berbicara kepada
kita ketika berada pada persimpangan jalan. Kemampuan untuk mendengar dan
mengasah ketajaman ‘suara-suara’ tersebut, menurut saya dapat dilatih. Seperti pengalaman
iman. Bukan praktek magis apalagi maksiat.
Nasehat yang diberikan Coelho melalui Brida, tentang
keberanian mengambil keputusan untuk memilih jalan tertentu dan menjalaninya
dengan penuh semangat sampai akhir, tentu saja tidak akan berbuah kesia-siaan.
Bahwa dalam pilihan jalan macam apapun pasti memiliki resiko dan konsekuensinya
masing-masing. Baik itu resiko gagal atau resiko berhasil.
Anggaplah pilihan untuk menjadi mahasiswa merupakan
kehendak bebas yang diambil dengan kesiapan menanggung segala resikonya. Maka
jalanilah proses tersebut dengan keyakinan bahwa pilihan jalan ini akan
berujung pada kebaikan.
Terkadang dalam hidup, kita lebih banyak protes dan
mengeluh dibanding bersyukur dan berterimakasih atas apa yang sedang kita
jalani. Hampir dalam segala situasi, baik untung maupun malang. Terlebih ketika
sedang dihadapkan pada tugas dan tanggung jawab tertentu, kecenderungan untuk
minta lebih dimengerti dan diterima oleh orang lain menjadi kebutuhan utama.
Sangat manusiawi.
Selama berada dan berinteraksi dengan mahasiswa di
Fakultas Ilmu Komunikasi, UKWMS, saya merasakan perbedaan yang cukup mendasar
ketika berhadapan dengan mahasiswa yang menjalani kuliah sebagai pilihan hidupnya,
dan mahasiswa yang menjalani kuliah sebagai takdirnya. Mereka yang telah berani
memilih kuliah sebagai jalan hidupnya (saat ini), bersungguh-sungguh meyakini
bahwa ada kebaikan dipenghujung jalan. Sedangkan mereka yang merasa bahwa
kuliah adalah takdir yang harus dijalani karena tak ada pilihan, seringkali mengabaikan
kesempatan baik untuk masuk dalam jalannya. Tentu saja bentuk penghargaan atas
pilihan hidup tersebut nampak jelas dari orientasi dan upaya yang dilakukan
seseorang dalam menjalaninya.
“Kita sedang melakukan perjalanan, dan berada di
terowongan. Gelap. Kita tidak tahu sepanjang apa terowongan itu. Tapi setiap
terowongan pasti memiliki ujung. Akan ada cahaya di sana,” kata Habibie, dalam
film ‘Habibie & Ainun,’ ketika Ainun sedang berada dalam kecemasan akan
hidup mereka.
Keyakinan bahwa akan ada cahaya di ujung jalan pilihan
hidup kita, merupakan bentuk penghargaan tertinggi atas usaha yang kita lakukan
untuk terus bertahan. Berani menyusuri terowongan yang terkadang gelap dan
menakutkan, serta memberikan kesempatan bagi ‘suara hati’ untuk terus membimbing
kita, niscaya ‘baik’ akan selalu menang, dan pilihan hidup apapun akan berujung
pada cahaya.
Penulis: Noveina Silviyani Dugis S.Sos., M.A. (Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi)
Iya bu, karena bagaimana kita meyikapi pilihan hidup yang kita ambil. Semoga berkenan.
BalasHapus