Social Icons

Facebook  Twitter  Google+ 

Selasa, 12 Maret 2013

Hidup: Memilih Bijak, Bijak Memilih


 “Tidak ada hal yang betul-betul salah. Bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari,” – Paulo Coelho #Brida.
            Kutipan diatas menurut saya sangat menarik, khususnya bagi para muda jaman sekarang. Bisa jadi kutipan ini sangat tepat, atau bahkan tidak tepat sama sekali bagi para muda dalam menjalani hidup di era modern seperti saat ini.
            Bagi Coelho dalam kisahnya tentang Brida, si gadis pandai nan cantik jelita, berani mengambil keputusan akan sebuah pilihan hidup dengan segala resikonya adalah tepat, bahwa pada akhirnya ada kekecewaan dan kegagalan, itu pun tak mengapa, karena tidak ada yang salah di dunia ini; karena hikmah kebijaksanaan datang dari berbagai bentuk perwujudannya, dengan caranya sendiri.

            “Dalam menjalani hidup, manusia itu punya kehendak bebas,” begitu kurang lebih kalimat seorang romo kepada saya, suatu ketika di masa kuliah saya dulu. Sudah pasti bahwa Tuhan tidak pernah menggariskan seseorang untuk menjadi jahat. Baik dan jahat itu memiliki wajah yang sama, semua tergantung kapan mereka melintasi kehidupan seorang manusia. Tinggal bagaimana menggunakan kehendak bebas tersebut dalam menentukan jalan yang dipilihnya. Karena hidup penuh dengan pilihan. 
            Menjadi seorang muda tentu dihadapkan pada banyak sekali pilihan dalam hidup, yang bisa jadi merupakan kesempatan emas atau bahkan jurang kehancuran. Memilih, tentu saja bukan hal yang mudah. Namun, sadar atau tidak, seringkali ada ‘suara-suara’ dalam diri kita yang turut berbicara kepada kita ketika berada pada persimpangan jalan. Kemampuan untuk mendengar dan mengasah ketajaman ‘suara-suara’ tersebut, menurut saya dapat dilatih. Seperti pengalaman iman. Bukan praktek magis apalagi maksiat.
            Nasehat yang diberikan Coelho melalui Brida, tentang keberanian mengambil keputusan untuk memilih jalan tertentu dan menjalaninya dengan penuh semangat sampai akhir, tentu saja tidak akan berbuah kesia-siaan. Bahwa dalam pilihan jalan macam apapun pasti memiliki resiko dan konsekuensinya masing-masing. Baik itu resiko gagal atau resiko berhasil.
            Anggaplah pilihan untuk menjadi mahasiswa merupakan kehendak bebas yang diambil dengan kesiapan menanggung segala resikonya. Maka jalanilah proses tersebut dengan keyakinan bahwa pilihan jalan ini akan berujung pada kebaikan.
            Terkadang dalam hidup, kita lebih banyak protes dan mengeluh dibanding bersyukur dan berterimakasih atas apa yang sedang kita jalani. Hampir dalam segala situasi, baik untung maupun malang. Terlebih ketika sedang dihadapkan pada tugas dan tanggung jawab tertentu, kecenderungan untuk minta lebih dimengerti dan diterima oleh orang lain menjadi kebutuhan utama. Sangat manusiawi.
            Selama berada dan berinteraksi dengan mahasiswa di Fakultas Ilmu Komunikasi, UKWMS, saya merasakan perbedaan yang cukup mendasar ketika berhadapan dengan mahasiswa yang menjalani kuliah sebagai pilihan hidupnya, dan mahasiswa yang menjalani kuliah sebagai takdirnya. Mereka yang telah berani memilih kuliah sebagai jalan hidupnya (saat ini), bersungguh-sungguh meyakini bahwa ada kebaikan dipenghujung jalan. Sedangkan mereka yang merasa bahwa kuliah adalah takdir yang harus dijalani karena tak ada pilihan, seringkali mengabaikan kesempatan baik untuk masuk dalam jalannya. Tentu saja bentuk penghargaan atas pilihan hidup tersebut nampak jelas dari orientasi dan upaya yang dilakukan seseorang dalam menjalaninya.
            “Kita sedang melakukan perjalanan, dan berada di terowongan. Gelap. Kita tidak tahu sepanjang apa terowongan itu. Tapi setiap terowongan pasti memiliki ujung. Akan ada cahaya di sana,” kata Habibie, dalam film ‘Habibie & Ainun,’ ketika Ainun sedang berada dalam kecemasan akan hidup mereka.
            Keyakinan bahwa akan ada cahaya di ujung jalan pilihan hidup kita, merupakan bentuk penghargaan tertinggi atas usaha yang kita lakukan untuk terus bertahan. Berani menyusuri terowongan yang terkadang gelap dan menakutkan, serta memberikan kesempatan bagi ‘suara hati’ untuk terus membimbing kita, niscaya ‘baik’ akan selalu menang, dan pilihan hidup apapun akan berujung pada cahaya.

Penulis: Noveina Silviyani Dugis S.Sos., M.A. (Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi)


1 komentar:

  1. Iya bu, karena bagaimana kita meyikapi pilihan hidup yang kita ambil. Semoga berkenan.

    BalasHapus